Pertanyaan:
Apakah infus, suntik, obat asma semprot, obat yang dimasukan ke dubur dan mengeluarkan mani dengan sengaja membatalkan shaum?
Jawaban:
Berdasarkan keterangan Al-Quran maupun hadis-hadis Nabi Saw. bahwa yang membatalkan shaum itu hanya ada tiga; makan, minum dan jima’. Sebagaimana dalil-dalil berikut:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan harapkanlah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (Al-Baqarah: 187)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : … وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا.
Dari Abu Hurairah ra.; Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah Taala dari pada harumnya minyak kasturi, karena dia meninggalkan makanannya, minuman dan nafsu syahwatnya karena Aku. Shaum itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa». (HR Al-Bukhari)
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang membatalkan shaum ada tiga; makan, minum dan jima’.
Yang dimaksud dengan makan ialah:
إِبْصَالُ مَا يَتَأَتَى فِيْهِ الْمَضْعُ إِلَى الْجَوْفِ مَمْضُوعًا كَانَ أَوْ غَيْرُهُ .
“Memasukan sesuatu yang dapat dikunyah ke dalam perut,baik dikunyah maupun tidak.” (Kitab At-Ta’arifat, hal. 28)
Sedangkan yang dimaksud dengan minum ialah:
إِبْصَالُ الشَّيْءِ إِلَى جَوْفِهِ بِعَيْنِهِ، مِمَّا لاَ يَتَأَتَى فِيْهِ الْمَضْعُ.
“Memasukkan sesuatu ke dalam perutnya berupa benda yang tidak dapat dikunyah.” (Kitab At-Ta’arifat, hal. 112 )
Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa makan dan minum ialah memasukkan sesuatu ke dalam perut melalui mulut dan tenggorokan. Apabila sesuatu itu dapat di kunyah,disebut makan dan bila tidak dapat dikunyah,disebut minum.
Adapun infus dalam KBBI diartikan: pemasukan obat dan sebagainya berupa cairan tanpa tekanan istimewa melalui pembulu darah atau rongga badan. Dengan demikian infus, Suntikan, obat asma yang disemprotkan maupun obat yang dimasukkan ke dubur semua itu tidak masuk kategori makan ataupun minum. Walhasil semua itu tidak termasuk kepada al-mufthiraat (pembatal pembatal shaum).
Al-Ustadz A. Hassan mengatakan, “Adapun hal pompa lobang kencing, injeksi dengan obat yang masuk pada sekalian obat yang masuk pada sekalian urat urat dan juga pompa lobang buang air besar dengan air sabun, itu sekalian tidak masuk pada bilangan makan,minum atau bercampur laki istri.Oleh sebab itu tak dapat dikatakan batal shaum dengan perbuatan perbuatan itu.” (Soal jawab A.Hassan I : 231)
Sedangkan perbuatan mengeluarkan air mani dengan sengaja (onani/masturbasi) atau dalam bahasa fiqih diisebut dengan istilah al-istimna (mengeluarkan mani dengan cara yang tidak lazim), dimungkinkan dilakukan oleh laki laki maupun perempuan. Jika pelakunya laki laki,biasa dilakukan oleh tanganya (an-naakihu bi yadih) atau di dalam istilah bahasa arabnya disebut dengan kata al- jalhah atau jaldu umirah. Tetapi jika perbuatan tersebut dilakukan oleh kaum wanita dikenal dengan nama ilthaaf.
Perbuatan onani atau istimna ini tidak dapat dihukumi sebagai perbuatan zina. Namun demikian bukan berarti perbuatan itu halal atau dibolehkan. Bahkan perbuatan tersebut termasuk kepada perbuatan keji dan berbahaya bagi kesehatan, sebab dapat mengakibatkan kelemehan otak, kemalasan dan lain lainya yang merupakan penyakit jiwa. (Lihat; istifta risalah KHE.Abdurrhman No.77 – 78 Th : Vlll)
Syari’at memerintahkan bahwa bagi mukmin diwajibkan untuk memelihara kehormatanya, kecuali pada istri istrinya atau hamba sahaya yang dimilikinya. Allah swt berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ.
Dan orang orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Qs. Al – Mu’min : 5 – 7)
Ayat ini menyatakan bahwa perbuatan semacam onani atau istimna itu suatu pelanggaran atau menyimpang dari ketentuan Allah swt. dan hukumnya haram. Oleh karena itu pelaku perbuatan tersebut wajib segera bertaubat kepada Allah swt.
Misalkan ada seseorang yang mengeluarkan mani dengan cara onani atau istimna maka itu tidak bisa disamakan dengan jima’ karena tidak ada pertemuan dua kemaluan (dakholal khitanul khitana). Ketika berbeda perbuatan maka hukumnya tidak bisa dan tidak boleh disamakan dengan jima’. Oleh karena itu mengeluarkan mani dengan sengaja (misal onani) ataupun tidak sengaja (misal ihtilam) tidak membatalkan shaum. Lalu timbul pertanyaan bukankah ketika seseorang keluar mani dengan cara onani itu maka berarti ia junub ? Apakah junub itu membatalkan shaum ? Aisyah ra. Berkata :
قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ وَفِي رِوَايَةٍ وَلَا يُفْطِرُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu Shubuh di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Muslim, no. 1109) Dan dalam riwayat lain : “Dan Beliau tidak membatalkan shaumnya”.
Berdasarkan keterangan di atas Nabi saw melaksanakan shaum dalam keadaan junub.
Dengan demikian, junub tidak membatalkan shaum. Akan tetapi diwajibkan bagi orang yang dalam keadaan junub untuk segera mandi janabat agar dapat melaksanakan shalat. Sebab syarat sahnya shalat harus suci dari dua hadas yaitu hadas kecil dan besar.
Kesimpulan:
1. Infus, suntik, obat asma yang disemprotkan, obat yang dimasukkan ke dubur, istimna (onani), ihtilam (mimpi basah) dan junub semua itu tidak termasuk kepada Al mufthiraat (pembatal shaum).
2. Perbuatan istimna hukumnya haram, termasuk al-kabair (dosa besar) dan dapat merusak nilai shaum.
Penulis Irfan Al Farisi
Terimakasih ilmunya ustadz..
Terimakasih atas pencerahannya🙏🙏
Syukron ilmunya
Jazzakallah ustadz katampi elmu na🙏🏻