Ajaran yang dibawa para Nabi dan Rasul adalah ajaran tauhid (mengesakan Allah). Begitupun ajaran Nabi Ibrahim As., ajaran yang lurus dan benar, ajaran tauhid uluhiyah. Karena itu Rasulullah saw diperintahkan untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim As. Firman Allah swt:
فَاتَّبِعُوْا مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا
“Ikutilah millah Ibrahim yang lurus.” [ Qs. Ali Imran : 95 ]
Untuk mengesakan Allah swt (bertauhid dan beribadah hanya kepada-Nya), Ibrahim As., membangun Masjidil Haram beserta Ka’bah di dalamnya. Bangunan tersebut bertujuan untuk mentauhidkan Allah swt.
Tauhid yang diajarkan Nabi Ibrahim as berikut sarana-sarananya lambat laun mengalami pengkaburan. Sampai dengan zaman Nabi Isa As., masih banyak yang bertauhid tapi setelah beliau wafat terjadi penjajahan akidah (akidah syirik menjajah akidah tauhid)
Tidak kurang dari 580 tahun terjadi penjajahan akidah (Nabi Muhammad menerima wahyu pertama tahun 610 M sementara Nabi Isa wafat tahun 30 M). Bukan hanya akidah yang dijajah, tempatnya pun (Masjidil Haram dan ka’bah) dijajah. Ka’bah yang digunakan untuk ibadah haji (mentauhidkan Allah) digunakan dan diambil alih oleh orang-orang Arab jahili dengan model ibadah haji yang penuh dengan kemusyrikan. Ka’bah penuh dengan patung berhala.
Untuk membebaskan Masjidil Haram dari berhala semacam hubbal, latta, uzza dan manat, Allah swt mengutus Nabi Muhammad saw. Firman-Nya :
لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” [Qs. Ali Imran :164 ].
Diutusnya Rasulullah Saw., dalam usia 40 tahun untuk membebaskan Masjidil Haram tidaklah mudah. Selama 13 tahun Rasulullah saw berada di kota Makkah menyaksikan patung-patung kemusyrikan memenuhi Ka’bah. Rasullullah saw pun hijrah ke madinah menyusun kekuatan. Tahun ke-1, ke-2, ke-4 sampai ke-7 H, Rasul belum mampu menunduk-kan orang musyrik yang menjajah Masjidil Haram, sampai Alquran menggambarkan Rasul beserta orang mu’min hampir merasa putus asa karena mereka tidak juga beriman. Tidak ada jalan lain kecuali menanti pertolongan Allah bagaimana cara memerdekakan Masjidil Haram.
Al-Quran menggambarkan, Rasulullah saw dan orang-orang beriman digoncangkan jiwanya sehingga berkata, “Kapan pertolongan Allah itu datang?”. Rasullullah Saw sangat menanti beserta orang-orang beriman kapan Masjidil Haram dapat merdeka.
Pada tahun ke-8 H turunlah perintah Allah swt untuk merebut Masjidil Haram dan ka’bah. Berangkatlah Rasulullah beserta 10.000 tentara dengan strategi perang obor. Setiap tentara membawa obor sebanyak-banyaknya. Lewat tengah malam Makkah dikepung dari segala arah dengan obor dinyalakan. Melihat obor yang begitu banyak, Abu Sufyan ketua orang musyrik waktu itu merasa tak mungkin dapat melawan Islam.
Tanpa perlawanan, tentara Rasullullah saw menaklukkan Makkah, merdekalah Masjidil Haram dari tangan orang musyrik. Kendati demikian akidah belumlah merdeka karena orang-orang musyrik masih bebas menyembah berhala di dalamnya.
Tahun ke-9 H merupakan akhir dari peribadahan orang musyrik di Masjidil Haram. Atas perintah Nabi saw, Ali bin Abi Thalib membacakan pengumuman tentang kemerdekaan akidah, “Mulai tahun ini orang musyrik sudah tidak boleh lagi melaksanakan jenis peribadahan di Masjidil Haram dan tidak boleh lagi dilakukan thawaf di Masjidil Haram secara telanjang.” Merdekalah akidah pada tahun ke-9 H. Lalu masuk Islamlah orang-orang dengan berduyun-duyun. Dengan demikian perjalanan akidah Islam tidaklah mulus tapi penuh dengan rintangan.
Selanjutnya Rasulallah Saw pun menerima wahyu yang berisikan apa yang mesti dilakukan setelah merdeka.
اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًاࣖ
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” [ Qs. An-Nashr :1-3 ]
Ketika kemerdekaan telah diraih, Allah swt memerintahkan untuk bertasbih, memuji Allah, beristighfar, dan bertaubat sebab tidak menutup kemungkinan selama memperjuangkan kemerdekaan banyak menyakiti orang, banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
Pelajaran yang dapat kita petik dari sejarah Nabi saw dalam pembebasan Masjidil Haram tersebut adalah mensyukuri kemerdekaan itu hendaknya dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah swt dan berinstropeksi terhadap segala kesalahan dan dosa serta bertaubat dengan tidak mengulangi kesalahan terlebih menambah kekacauan. Karena hakikat kemerdekaan yang sejati adalah ketika diri terlepas dari belenggu-belengggu setan.
Jika mengsyukuri kemerdekaan dengan hura-hura dengan mabuk-mabukan dan dengan kemaksiatan serta dosa, bisa jadi seperti yang pernah dialami kaum mudhor yang digambarkan Allah dalam Alquran,
وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ اٰمِنَةً مُّطْمَىِٕنَّةً يَّأْتِيْهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِاَنْعُمِ اللّٰهِ فَاَذَاقَهَا اللّٰهُ لِبَاسَ الْجُوْعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوْا يَصْنَعُوْنَ
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rizkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” [ Qs. An-Nahl :112 ]
Semoga Allah swt menjadikan kita sebagai hamba yang benar di dalam mensyukuri segala ni’mat yang Allah swt berikan kepada kita.