Sebagaimana yang kita maklumi, terkadang hari raya Idul Fitri atau Idul Adha jatuh pada hari Jumat. Misalnya saja yang terjadi pada tahun 2009, Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah 1430 H jatuh pada hari Jumat 27 Nopember 2009. Di tahun 2015 Idul Fitri 1 Syawal 1436 H jatuh pada hari Jum’at 17 Juli 2015, begitu pula di tahun 2018 Idul Fitri 1 Syawal 1439 H jatuh pada hari Jum’at 15 Juni 2018. Dan pada tahun sekarang pun 2025 menurut perhitungan hisab Wujudul hilal maupun Imkanur ru’yat, Idul Adha 10 Dzulhijjah 1446 H jatuh pada hari Jum’at 6 Juni 2025. Maka atas fenomena ini, di antara kita ada yang bertanya, Apakah shalat Jumat masih diwajibkan pada hari raya? Apakah kalau seseorang sudah Shalat Ied berarti boleh tidak Shalat Jumat? Ketika tidak shalat Jumat apakah harus zhuhur ?
Semasa Nabi saw berada di Mekkah (belum hijrah ke Madinah) shalat yang disyariatkan bagi kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan), baik ketika safar atau muqim pada hari Jum’at Hal ini terjadi karena semasa di Mekkah belum turun syari’at Shalat Jum’at. Setelah Nabi saw menerima perintah hijrah, maka beliau pun mengadakan perjalanan bersama para sahabatnya menuju Madinah. Imam Ath Thabari dan Ibnu Ishaq menjelaskan, “Sebelum sampai di Madinah (waktu itu bernama Yatsrib), Rasulullah Saw singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul awal tahun 13 kenabian/24 September 622 M waktu Dhuha (sekitar pukul 08.00 atau 09.00). Di tempat itu beliau tinggal di keluarga Amr bin Auf selama empat hari hingga hari kamis 15 Rabi’ul Awal/27 september 622 M dan selama di sana beliau membangun masjid pertama (yang disebut masjid Quba). Pagi-pagi pada hari Jum’at 16 Rabi’ul Awal/28 September 622 M beliau berangkat melanjutkan kembali perjalanannya menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathni Wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Bani Salim bin Auf, datanglah kewajiban Jum’at dengan turunnya ayat 9 surat Al Jumu’ah.
. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (Qs. Al Jumu’ah:9)
Maka Nabi saw shalat Jumat bersama para sahabat dan khutbah di tempat itu. Inilah shalat dan khutbah Jum’at yang pertama kali dilakukan oleh beliau. Setelah melaksanakan shalat Jumat, Nabi saw melanjutkan perjalanan menuju Madinah. (Tarikh Ath Thabari I:571; Sirah Ibnu Hisyam juz III hal 22; Tafsir Al Qurthubi juz XVIII hal 98).
Setelah turun ayat itu (tahun 1 Hijriyah) maka shalat yang diwajibkan pada hari Jum’at waktu zhuhur menjadi dua macam : pertama shalat Zhuhur, kedua shalat Jum’at. Siapa saja yang wajib shalat Zhuhur dan shalat Jum’at ? Mari perhatikan hadits berikut :
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ ص قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Dari Thariq bin Syihab dari Nabi saw. Beliau bersabda; “Jum’at itu adalah haq yang wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah, kecuali empat golongan, yaitu; hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang yang sakit.” (Hr. Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah)
Hadits ini tegas menjelaskan bahwa orang yang wajib shalat Jum’at itu adalah laki-laki muslim yang telah baligh sehat lagi merdeka, baik ketika muqim maupun safar. Sedangkan bagi perempuan, laki-laki sakit yang tidak dapat menghadiri Jum’at, dan hamba sahaya tidak dikenai kewajiban Jum’at. Dengan kata lain, kewajiban bagi mereka tidak berubah dengan turunnya ayat tersebut, yakni tetap shalat Zhuhur. Jadi seolah-olah bagi 4 golongan tersebut ayat 9 Al Jumu’ah itu tidak ada/tidak berlaku.
Ketetapan shalat seperti itu berlaku sejak turun ayat 9 surat al-Jum’ah pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal tahun 0/1 H, bertepatan 28 September 622 M. Namun ketika terjadi peristiwa Iedul Fitri 1 Syawwal 3 H/15 Maret 625 M, sebagai satu-satunya Idul Fitri yang jatuh pada hari Jum’at semasa Nabi saw. hidup di Madinah. Ketika itu, dalam khutbah Iednya Rasulullah saw. menetapkan rukhshah (keringanan) bagi mukallaf Jumat (orang yang berkewajiban shalat Jum’at) yaitu apabila ia telah melaksanakan shalat ied ia boleh tidak melaksanakan shalat Jum’at. Sebagaimana keterangan berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ فَصَلَّى بِالنَّاس ثُمَّ قَالَ : مَنْ شَاءَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَأْتِهَا وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتَخَلَّفَ فَلْيَتَخَلَّفْ
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Telah bersatu dua ied pada zaman Rasulullah saw., maka beliau shalat mengimami orang-orang, kemudian beliau bersabda, ‘Siapa yang mau melaksanakan shalat Jum’at maka datanglah, dan siapa yang mau meninggalkannya (tidak melaksanakannya), maka tinggalkanlah.” (Hr. Ibnu Majah)
Dalam hadits Ibnu Abbas dengan redaksi:
اجْتَمَعَ عِيدَانِ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Pada hari kamu ini telah berkumpul dua ied, maka siapa yang mau (tidak melaksanakan shalat Jum’at), maka shalat ied ini mencukupkannya dari shalat Jum’at. Dan sesungguhnya kami akan melaksanakan shalat Jum’at, Insya Allah”. (Hr. Ibnu Majah)
Sehubungan dengan hadits di atas, para Ulama Persis As sabiqunal Awwalun (generasi pertama) di antaranya Tuan A Hassan menyatakan:
“Dari hadits tersebut dan lainnya dapat diringkaskan bahwa apabila hari raya jatuh di hari Jumat, maka boleh diadakan Jum’ah dan boleh juga tidak.” (Bulughul Maram Terjemah A.Hasan, Cet. 1984)
Dengan demikian bagi laki-laki yang telah melaksanakan Ied diberikan dua pilihan: (1) boleh tidak melaksanakan shalat Jum’at, (2) boleh melaksanakan shalat Jum’at.
Perlu diketahui bahwa dalam hadits Ibnu Abbas di atas, ungkapan أَجْزَأَهُ مِنَ الجُمُعَةِ menunjukkan shalat Ied yang dilakukan di pagi hari telah mencukupi shalat Jum’at. Dalam arti shalat Jum’at pada hari itu sudah terpenuhi oleh shalat Iednya. Pemahaman seperti ini diperkuat oleh hadits Ibnu Zubair sebagai berikut:
قَالَ عَطَاءٌ اجْتَمَعَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ فِطْرٍ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْر فَقَالَ عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ – رواه أبو داود
‘Atha berkata: “Hari Jum’at dan Ied Fitri telah berkumpul pada hari yang sama di zaman Ibnu Zubair. Ibnu Zubair berkata, ‘Dua Ied berkumpul pada hari yang sama. Lalu ia menyatukan kedua shalat itu (shalat Ied dan shalat Jum’at ) dan dilakukan kedua shalat itu sebanyak dua rakaat di pagi hari, dan ia tidak melaksanakan shalat apapun (tidak shalat jum’at tidak pula shalat zhuhur) sampai ia shalat Ashar”. (Hr. Abu Dawud).
Kalimat ‘Fajama’ahuma Jami’an’ Fashollahuma rok’ataini bukrotan’ menunjukkan bahwa orang yang shalat Ied di pagi hari berarti ia juga sekaligus telah Jumat. Dan terhitung telah menunaikan kewajibannya sebagai mukallaf Jum’at. Oleh sebab itulah Ibnu Zubair tidak melaksanakan shalat Jum’at lagi di siang harinya apalagi shalat zhuhur karena yang wajib shalat Jum’at tidak ada shalat zhuhur. Imam Asy Syaukani menegaskan :
وَأَنْتَ خَبِيْرٌ بِأَنَّ الَّذِي افْتَرَضَهُ اللهُ تَعَالَى عَلَى عِبَادِهِ فِي يَوْمِ الجُمُعَةِ هُوَ صَلاَةُ الجُمُعَةِ فَإِيْجَابُ صَلاَةِ الظُّهْرِ عَلَى مَنْ تَرَكَهَا لِعُذْرٍ أَوْ لِغَيْرِ عُذْرٍ مُحْتَاجٌ إِلَى دَلِيْلٍ وَلاَ دَلِيْلَ يَصْلُحُ لِلتَّمَسُّكِ بِهِ عَلَى ذلِكَ فِيْمَا أَعْلَمُ.
“Anda pasti tahu bahwa yang diwajibkan oleh Allah kepada hambanya pada hari Jum’at adalah shalat Jum’at (bukan Zhuhur). Dengan demikian maka mewajibkan shalat Zhuhur bagi yang meninggalkan Jum’at karena uzur atau tanpa uzur membutuhkan dalil, sedangkan di dalam hal ini menurut sepengetahuan saya tak terdapat dalil yang dapat dijadikan pegangan untuk itu (wajibnya Zhuhur)”. (Nailul Authar, III: 321)
Kesimpulan :
- Bagi orang yang wajib shalat Jum’at tidak ada shalat Zhuhur.
- Laki-laki yang telah melaksanakan shalat Ied dipandang telah melaksanakan shalat Jum’at.
- Bagi yang telah melaksanakan shalat Ied, shalat Jum’at di siang harinya hukumnya sunat/mandub.
- Laki-laki yang telah melaksanakan shalat Ied dan di siang harinya tidak shalat Jum’at tidak perlu diganti dengan zhuhur.
- Laki-laki yang tidak melaksanakan shalat Ied tetap wajib melaksanakan shalat Jum’at.
- Bagi perempuan walaupun telah melaksanakan shalat Ied tetap wajib melaksanakan shalat zhuhur.
Penulis : Irfan Al Farisi
Alhamdulillah ini jawaban yg saya cari cari, Syukron atas penjelasannya, ijin share ke yg lain .
Terima kasih.
Syukron.
Tercerahkan sekali.
Karya tulisnya sangat bagus dan sesuai qur’an sunnah sangat mudah di pahami sangat membantu buat yang baru belajar agama
Alhamdulillah terimakasih ilmunya sangat bermanfaat.