Permasalahan ini diangkat seiring dengan munculnya kembali fatwa bahwa masbuq dengan mendapatkan ruku imam terhitung satu raka’at. Dalam artian, bagi orang yang mendapatkan imam sedang ruku maka raka’at yang ia ruku padanya itu tidak usah diulangi
Fatwa ini bukan didasarkan lagi pada hadits-hadits yang menyatakan bahwa jika mendapatkan imam sedang ruku terhitung satu raka’at. Karena memang hadits-hadits yang ada dalam permasalahan itu statusnya dla’if. Akan tetapi dilandaskan pada hadits Abu Bakrah berikut ini:
أن أبا بكرة جاء وَرَسُولُ اللهِ ﷺ رَاكِع فركع دون الصلِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِ فَلَمَّا قضى التي ﷺ صَلَاتُهُ قَالَ: أَيْكُمُ الَّذِي رَكْعَ دُون الصَّفٌ ثُمَّ مَتَى إِلَى الصُّفُ، فَقَالَ أَبُوْ بكرة أنا، فقال النَّبِيُّ ﷺ زَادَكَ اللَّهُ حَرْضًا وَلَا تَعُدْ
Sesungguhnya Abu Bakrah datang ketika Rasul sedang ruku, lalu ia ruku’ di luar shaf kemudian berjalan (dalam keadaan ruku) menuju shaf. Ketika Nabi selesai shalatnya, heliau bersabda: “Siapa di antara kalian yang ruku’ di luar shaf kemudian berjalan (dalam keadaan ruku) menuju shaf? Abu Bakrah berkata: “Saya.” Nabi Saw kemudian bersabda: “Semoga Allah menambah semangatmu, dan janganlah kamu mengulangi (amal seperti itu).” (HR. al-Jama’ah dan redaksi ini Riwayat abu Dawud [1:239].
Menurut fatwa tersebut, pernyataan Rasulullah Saw wa la ta’ud; dan jangan kamu mengulangi, adalah tidak perlu mengulangi raka’at yang dimaksud. Dalam artian tidak perlu raka’at yang Abu Bakrah hanya men-dapatkan ruku pada raka’at tersebut diulang.
Dewan Hisbah, dengan dipandu oleh penyaji Ustadz Ikin Sodikin, kemudian menela’ah ulang hadits-hadits yang berkaitan dengan masbuq mendapatkan ruku imam, termasuk hadits di atas. Dan setelah ditelusuri, ternyata riwayat yang shahih yang dijadikan landasan oleh mereka hanya satu, yakni hadits Abu Bakrah di atas.
Permasalahan kemudian terletak pada memahami apa yang dimaksud dengan la ta’ud di atas. Setelah merujuk pada pendapat para ulama yang ada dan di-tunjang dengan penelusuran pada sejumlah riwayat yang berkaitan, Dewan Hisbah memahami pernyataan wa la ta’ud di atas, jangan sekali-kali lagi mengulanginya, Terlebih ditemukan perintah Nabi Saw kepada Abu Bakrah untuk tetap mengulangi apa yang terlewat dari rukun raka’at. Atau dengan kata lain, karena Abu Bakrah melewatkan qiyam (baca al-Fatihah), maka raka’at tersebut pun harus diulangi
صَلِّ مَا أَدْرَكْتَ وَاقْضِ مَا سَبَقَكَ
Shalatlah apa yang kamu dapati dan sempurnakanlah apa yang terlewat (al-Bukhariy dalam Juz al-Qira’ab khalfa al-Imam. Lihat juga ad-Dizyab fi lakhrij Abadits al-Hidayah 1: 171; Nasbbur-Rayab 2:26: Syarab az-Zarkasyiy, al-Amam li-ibni Daqiqil Id 1:216)
Ibn al-Munir memberikan pendapat mengenai hadits Abu Bakrah di atas.
صوب النَّبِيُّ ﷺ فَعْلَ أَبِي بَكْرَةً مِنَ الْجِهَةِ العامة وهي الحرص عَلَى إِدْرَاكَ فضيلة الجماعة وَخَطَّأَهُ مِنَ الجهة الخاصة
Nabi Saw membenarkan pekerjaan Abu Bakrah dari arah yang umum, yaitu semangat untuk mendapatkan fadlilah berjama’ah, dan menyalahkannya dari arah yang khusus (Fath al-Bari 2:268)
Sementara al-Hafizh al-‘Asqalaniy menyatakan:
أن ذالك الْفِعْلَ كَانَ جَائِزَا ثُمَّ وَرَدَ النَّهْي عنه بِقَوْلِهِ لَا تَعُدْ فَلَا يَجُوزُ الْعَوْدُ إِلَى مَا نَهَى عنه النبي
Sesungguhnya pekerjaan yang seperti itu boleh kemudian datang larangan dengan sabdanya, “jangan kau ulangi”. Maka tidak boleh mengulangi yang dilarang Nabi Saw. (Fath al-Bari 2:269)
Dalam hal rukun raka’at sangat banyak sekali hadits-hadits yang menyinggungnya Hadits-hadits tersebut menyebutkan qiyam (baca al-Fatihah) salah satu di antaranya belum lagi pernyataan tegas Rasulullah Saw yang menyatakan tanpa al-Fatihah, tidak shah shalat. Sehingga otomatis perintah Rasul Saw kepada yang masbuq seperti akan terlihat dalam hadits di bawah ini, mencakup pula al-Fatihah apabila ia tertinggal.
إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالكينة فما أدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَنمُوا
Apabila kalian mendatangi shalat, hendaklah dengan tenang, apa yang dapat kalian susul maka lakukanlah, dan apa yang tertinggal maka sempurnakanlah (Shahih al-Bukhari 1:228)
Hadits ini senada dengan anjuran beliau Saw kepada Abu Bakrah agar jangan tergesa-gesa dengan cara ruku’ sebelum masuk shaf tenang saja. Apa yang kesampaian, ikutilah dan apa yang terlewat ulangilah, termasuk tentunya al-Fatihah.
Kesimpulan:
1. Yang dimaksud satu raka’at itu adalah qiyam (baca al-Fatihah), ruku, i’tidal ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, dan sujud.
2. Makmum yang mendapatkan imam sedang ruku’ berarti telah tertinggal salah satu rukun raka’at, yaitu qiyam (bacaan al Fatihah
3. Makmum yang mendapatkan imam sedang ruku harus menyempurnakan ketinggalan raka’at itu.
Penulis Rahmat Abdullah
Alhamdulillah..
Terimakasih ilmunya ustadz..
Ilmu yang bermanfaat
luar biasa